- Posted by : NIA NOOR ILLA
- on : June 06, 2025
Dalam sejarah kenabian, sosok Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai bapak tauhid, teladan keimanan, dan puncak ketundukan kepada Allah SWT. Namun di antara begitu banyak sifat mulia yang melekat pada beliau, ada satu yang paling menggetarkan jiwa—ikhlas. Dari beliau kita belajar bahwa ikhlas bukan hanya tentang menerima takdir, tetapi tentang menyerahkan seluruh jiwa dan raga hanya kepada Allah, bahkan ketika logika dan perasaan diuji pada titik yang paling menyakitkan.
1. Ikhlas dalam Meninggalkan
Salah satu ujian terberat yang dialami Nabi Ibrahim AS adalah ketika Allah memerintahkannya meninggalkan istrinya, Hajar, dan putra yang sangat dinantikannya, Ismail, di sebuah padang tandus—tanpa sumber air, tanpa penduduk, dan tanpa perlindungan. Namun beliau patuh, bukan karena tidak mencintai keluarganya, tetapi karena lebih mencintai Allah.
Ketika Hajar bertanya, “Apakah ini perintah dari Allah?” dan Nabi Ibrahim mengangguk, Hajar pun berkata dengan yakin, “Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.” Inilah bentuk ikhlas yang sangat tinggi—meninggalkan sesuatu yang dicintai demi ketaatan mutlak kepada Sang Pencipta.
2. Ikhlas dalam Pengorbanan
Puncak ujian ikhlas Nabi Ibrahim terjadi saat beliau diperintahkan untuk menyembelih putranya sendiri, Ismail, yang telah tumbuh menjadi anak yang saleh dan menjadi harapan di masa tua. Perintah ini bukan hanya menguji ketakwaan, tapi juga menyayat perasaan sebagai seorang ayah.
Namun Nabi Ibrahim AS berkata:
“Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.”
Dan Ismail pun menjawab:
“Wahai ayahku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
(QS. As-Saffat: 102)
Ini adalah pelajaran luar biasa. Ikhlas itu tidak hanya berada dalam diri satu orang, tapi bisa tumbuh dalam keluarga yang dibina dengan tauhid. Dalam momen yang mengguncang, mereka tetap tenang. Tidak protes. Tidak menawar. Karena cinta mereka kepada Allah melebihi segalanya.
3. Ikhlas dalam Menyeru Kebenaran
Nabi Ibrahim juga menunjukkan ikhlas dalam perjuangannya melawan penyembahan berhala. Ia berdakwah dengan berani, bahkan ketika diancam dibakar hidup-hidup. Namun tak sedikit pun ia mundur. Bahkan ketika dilempar ke dalam api, beliau tetap tenang karena yakin bahwa Allah bersamanya. Dan Allah pun menjadikan api itu dingin dan menyelamatkannya (QS. Al-Anbiya: 69).
Ini menunjukkan bahwa keikhlasan yang sejati membawa pertolongan yang luar biasa dari Allah. Tidak ada yang sia-sia dalam perjuangan yang dilakukan hanya karena Allah.
Penutup: Ikhlas Itu Butuh Keyakinan dan Tindakan
Dari kisah Nabi Ibrahim AS, kita belajar bahwa ikhlas bukanlah kata-kata yang ringan di lisan. Ia adalah perwujudan iman dalam bentuk kepatuhan tanpa syarat. Ikhlas bukan hanya soal sabar, tapi juga tentang bergerak dan berkorban karena Allah, meski terasa berat, meski tak dipahami orang lain.
Jika hari ini kita merasa kehilangan, diuji, atau harus merelakan sesuatu, ingatlah Nabi Ibrahim AS. Ingat bahwa ikhlas bukan kelemahan, melainkan kekuatan yang menghubungkan hati kita langsung kepada Allah. Karena ketika semua ditinggalkan demi-Nya, maka Allah akan menggantinya dengan yang jauh lebih baik.
Semoga kita bisa belajar ikhlas seperti Nabi Ibrahim AS dalam cinta, kehilangan, dan pengorbanan.
___-___
Penulis : Nia Noor Illa