- Posted by : Joko Mulyono
- on : June 10, 2025
Di tengah derasnya tuntutan dunia kerja yang semakin kompleks, keunggulan
lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak lagi cukup jika hanya
mengandalkan kompetensi utama sesuai jurusan. Dunia usaha dan industri (DUDI)
kini mencari calon tenaga kerja yang tidak hanya terampil sesuai bidangnya,
tetapi juga memiliki keahlian tambahan yang mendukung efektivitas operasional
perusahaan. Salah satu keterampilan yang kerap menjadi nilai tambah bahkan
syarat mutlak adalah kemampuan mengemudi. Di banyak perusahaan, terutama di
bidang manufaktur, logistik, dan layanan lapangan, kemampuan menyetir mobil
menjadi kunci efisiensi mobilitas kerja. Namun, tidak semua siswa SMK memiliki
akses untuk mengembangkan keterampilan tersebut. Keterbatasan ekonomi menjadi
penghalang utama bagi sebagian besar keluarga siswa, sehingga kursus mengemudi
kerap menjadi hal yang tidak terjangkau. Padahal, jika keterampilan ini
dimiliki sejak dini, siswa memiliki peluang lebih besar untuk diterima kerja
dan berdaya saing lebih tinggi.
Kondisi ini menimbulkan tantangan serius. DUDI menginginkan pekerja yang
bisa langsung bergerak, tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pelatihan
dasar seperti menyetir. Di sisi lain, para siswa SMK yang sebagian besar
berasal dari keluarga menengah ke bawah belum tentu memiliki sarana, dana, atau
dukungan untuk mengikuti kursus mengemudi secara mandiri. Akibatnya, ketika ada
lowongan pekerjaan yang mensyaratkan kemampuan mengemudi dan kepemilikan Surat
Izin Mengemudi (SIM), banyak lulusan SMK harus gigit jari karena tidak memenuhi
kriteria, meski secara teknis mereka kompeten. Minimnya fasilitas pelatihan
mengemudi yang disediakan sekolah juga memperparah situasi. Tidak semua SMK memiliki
program khusus untuk pelatihan setir mobil, dan hanya segelintir sekolah yang
sudah bermitra dengan lembaga eksternal untuk menyelenggarakan pelatihan
tersebut dengan biaya terjangkau.
Kurangnya kolaborasi antara SMK dengan pihak eksternal seperti lembaga
kursus mengemudi, kepolisian, atau komunitas lalu lintas membuat persoalan ini
berjalan di tempat. Padahal, kebutuhan akan pengemudi muda yang terlatih terus
meningkat. Ketimpangan antara permintaan dunia kerja dan kesiapan lulusan SMK
dalam aspek ini harus segera dijawab dengan langkah strategis yang realistis
dan aplikatif. Jika SMK ingin benar-benar menjadi solusi bagi persoalan
pengangguran dan menjadi pilar pendidikan vokasi, maka keterampilan mengemudi
perlu ditempatkan sebagai salah satu keahlian hidup (life skill)
prioritas.
Salah satu pendekatan yang bisa ditempuh adalah mengalokasikan dana sekolah
untuk membuka program ekstrakurikuler mengemudi. Program ini tidak hanya
sebagai kegiatan tambahan, melainkan bagian dari strategi pembekalan kesiapan
kerja siswa. Dengan membuat program ini gratis atau sangat terjangkau, lebih
banyak siswa akan mendapatkan akses untuk belajar mengemudi tanpa harus
membebani orang tua. Program semacam ini juga sejalan dengan semangat kurikulum
merdeka yang mendorong sekolah untuk adaptif dan memberi ruang bagi
pengembangan potensi siswa sesuai kebutuhan zaman.
Untuk mengefektifkan pelaksanaan, sekolah dapat memberdayakan guru atau
karyawan yang memiliki kemampuan mengemudi dan SIM aktif untuk menjadi mentor.
Para mentor ini dapat diberi pelatihan tambahan guna menyampaikan materi secara
sistematis, terstruktur, dan mengutamakan aspek keselamatan. Keikutsertaan guru
dan karyawan juga menciptakan iklim pembelajaran yang lebih dekat dan humanis,
karena siswa akan lebih nyaman berlatih dengan orang yang mereka kenal. Imbal
balik finansial bagi mentor juga bisa menjadi motivasi tambahan yang sehat bagi
para pendidik untuk turut aktif dalam pengembangan keterampilan siswa.
Fasilitas yang tersedia di sekolah, seperti lapangan, area parkir, atau
ruang terbuka lainnya, dapat dimanfaatkan sebagai arena pelatihan dasar.
Sekolah tidak perlu menunggu hingga memiliki kendaraan sendiri. Kolaborasi
dengan orang tua siswa atau komunitas sekitar bisa menjadi solusi sementara
untuk peminjaman kendaraan latihan. Untuk aspek legalitas dan keamanan, sekolah
bisa bekerja sama dengan pihak kepolisian lalu lintas setempat dalam
menyelenggarakan pelatihan serta simulasi ujian praktik berkendara, sehingga
siswa dapat merasakan pengalaman mendekati ujian resmi.
Tak kalah penting, kolaborasi dengan lembaga kursus
setir eksternal perlu dibangun secara strategis. Sekolah dapat menjalin kerja
sama dengan lembaga yang telah terakreditasi untuk memberikan pelatihan
lanjutan bagi siswa yang ingin memperoleh SIM. Penyelenggaraan paket khusus
dengan harga lebih murah akan membuka lebih banyak kesempatan bagi siswa untuk
mengikuti kursus resmi. Di beberapa wilayah, pemerintah daerah bahkan memiliki
program subsidi pelatihan mengemudi untuk pelajar, yang dapat dijadikan mitra
strategis oleh sekolah dalam memperluas akses layanan.
Dengan adanya program ekstrakurikuler setir mobil yang
sistematis, sekolah akan menghasilkan lulusan SMK yang memiliki nilai tambah
nyata. Tidak hanya unggul di bidang akademik dan keterampilan utama, para
lulusan ini juga dibekali kemampuan mengemudi yang sangat dibutuhkan di banyak
sektor kerja. Siswa yang telah memiliki SIM saat lulus akan memiliki mobilitas
lebih tinggi dan fleksibilitas lebih besar dalam memilih pekerjaan, baik sebagai
tenaga produksi, teknisi lapangan, sales, maupun operator logistik. Kesiapan
ini menjadi daya tarik tersendiri di mata perekrut kerja, sehingga memperbesar
peluang kerja dan mengurangi tingkat pengangguran lulusan SMK.
Lebih jauh lagi, program ini juga dapat meningkatkan citra sekolah di mata
masyarakat. Dalam proses penerimaan siswa baru, sekolah yang menawarkan program
unggulan seperti pelatihan mengemudi tentu memiliki nilai jual lebih
dibandingkan sekolah lain. Keluarga akan melihat bahwa sekolah benar-benar
memikirkan masa depan anak-anak mereka secara menyeluruh, tidak sekadar
mengejar nilai akademik. Selain itu, para guru atau karyawan yang berperan
sebagai mentor juga akan merasa dihargai dan semakin bersemangat dalam
menjalankan tugas pendidikan. Peran mereka tidak hanya terbatas di dalam kelas,
tetapi juga menjadi bagian penting dari proses pembentukan karakter dan
kemandirian siswa.
Pada akhirnya, keterampilan mengemudi bukan hanya soal bisa membawa
kendaraan. Di balik setir, tersimpan nilai-nilai penting seperti tanggung
jawab, kehati-hatian, perencanaan, dan pengambilan keputusan yang bijak. Semua
itu adalah soft skill yang sangat dibutuhkan di dunia kerja dan kehidupan
nyata. Maka, sudah saatnya SMK melihat keterampilan mengemudi sebagai investasi
karier yang sangat bernilai, bukan sekadar keahlian tambahan.
Dengan strategi yang tepat, kolaborasi yang luas, dan keberanian untuk
berinovasi, SMK dapat menjadi jembatan yang kuat antara kebutuhan dunia usaha
dan potensi luar biasa yang dimiliki siswanya. Program ekstrakurikuler setir
mobil adalah langkah nyata untuk menciptakan lulusan SMK yang lebih kompetitif,
mandiri, dan siap kerja. Ini bukan mimpi yang terlalu tinggi. Ini adalah visi
yang bisa dicapai dengan niat kuat, sinergi yang terbangun, dan keyakinan bahwa
setiap siswa berhak mendapatkan bekal terbaik untuk menatap masa depan.
Penulis
: Joko Mulyono, S.Pd, Guru Listrik SMK Muhammadiyah 2
Cepu