- Posted by : Joko Mulyono
- on : June 25, 2025
Namaku Vivi, seorang gadis kecil berusia 14 tahun yang baru saja
lulus dari sekolah menengah pertama. Gadis kecil itu dulu selalu mendapatkan
juara di kelas, dan tibalah waktu kelulusannya, dan dengan sangat yakin dengan
potensinya, gadis itu memberanikan diri mendaftar ke 3 sekolah menengah atas
unggulan di kotanya. Gadis kecil itu membayangkan masa depan yang cerah,
teman-teman baru, lingkungan baru, dan guru-guru hebat yang akan menuntunnya
meraih cita-cita menjadi seorang Dokter.
Namun,
harapan itu runtuh satu persatu. Sekolah pertama menolaknya karena nilai rapot
gadis itu dianggap kurang memenuhi standar, gadis itu tidak pantang menyerah
dia melanjutkan daftar ke sekolah kedua. Tetapi sekolah kedua itu lebih
mengutamakan jalur zonasi terdekat, sedangkan letak rumah gadis itu sangat jauh
dari sekolahan yang kedua, gadis itu tidak pantang menyerah ia masih ingin
berusaha untuk mendaftar ke sekolah impiannya yang terakhir yaitu sekolah
ketiga, impiannya sejak lama, tapi takdir berkata lain sekolah pilihannya yang
terakhir itu juga menerapkan sistem zonasi.
Gadis kecil
itu merasa dunia terlalu tidak adil untuk dirinya. Ia menangis berhari-hari,
menyalahkan dirinya sendiri, merasa gagal, dan kehilangan kepercayaan diri.
Namun, karena
waktu semakin dekat dengan permulaan tahun ajaran baru ia dengan support dari
kedua orangtuanya memberanikan diri untuk daftar di sekolah menengah kejuruan
yaitu "SMK MUHAMMADIYAH 2 CEPU".
Awalnya saat
masa MPLS di sekolah itu, ia merasa malu, tidak percaya diri dan bahkan enggan
berkenalan dengan siapapun, ia berpikir "Aku Seharusnya Tidak Di
Sini". Namun hari demi hari berlalu, guru-guru disana sangat ramah mereka
bukan hanya mengajar tetapi juga mendengarkan dan membimbing dengan sepenuh
hati, teman-temannya sangat amat seru dan saling mendukung. Sekolah yang dulu
tidak ia impikan itu justru memberikan ia ruang untuk tumbuh, berekspresi dan
mengenal dirinya lebih dalam.
Disanalah
gadis kecil itu mulai mengikuti organisasi, ia bergabung dengan organisasi IPM.
Di organisasi ini ia diajarkan untuk disiplin, tidak mudah tersinggung, berani
mengakui kesalahan, tanggung jawab, berani berbicara di depan umum dan masih
banyak lagi. dan juga di organisasi ini ia membuktikan bahwa saudara tidak
sedarah itu benar-benar ada, dan ada rasa bangga tersendiri ketika kita
berhasil menjalankan acara dengan sangat lancar tanpa halangan apapun.
Dua tahun berlalu ia kini sudah duduk di bangku kelas 12, bersiap untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, ia kini bukan lagi seorang anak yang penuh penyesalan dan rasa malu, ia kini tumbuh menjadi pribadi yang kuat, percaya diri dan penuh rasa syukur. Banyak hal yang sudah ia alami, banyak rasa kekecewaan yang ia rasakan, dan banyak hal tidak ia inginkan terjadi, tetapi semua itu membawa dirinya untuk menjadi seperti sekarang ini.
"Aku dulu berpikir bahwa aku harus masuk sekolah unggulan
untuk bisa jadi hebat. Tapi ternyata, sekolah yang tidak aku inginkan justru
membentukku menjadi lebih dari yang aku bayangkan."
Penulis :
Vivi Anggraini