Skip to Content
Loading...
Nur Imamah
Nur Imamah
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Memanfaatkan Potensi Siswa Kompeten melalui Peminjaman Alat Praktik

 



Di dalam setiap ruang kelas SMK, terdapat dinamika yang tak pernah sama. Dalam satu kelompok belajar, kemampuan siswa menunjukkan ragam yang begitu mencolok. Ada yang cepat memahami konsep dan mampu mempraktikkan materi dengan luwes, namun tak sedikit pula yang memerlukan waktu lebih lama dan bimbingan yang lebih intensif untuk menguasai keterampilan yang diajarkan. Fenomena variasi kompetensi ini adalah hal yang wajar, bahkan menjadi ciri khas dari proses pendidikan yang bersifat personal dan kontekstual. Namun demikian, bila tidak direspons dengan strategi yang tepat, variasi ini justru bisa menjadi penghambat bagi siswa berkompeten untuk berkembang lebih jauh.

Bagi siswa yang telah menunjukkan kemampuan tinggi dalam praktik kejuruan, pengulangan materi dasar atau keterlibatan sebagai pendamping teman kerap kali menimbulkan kejenuhan. Alih-alih terus berkembang, mereka justru terjebak dalam rutinitas kelas yang tak menantang. Padahal, semangat belajar mereka bisa tetap menyala jika difasilitasi dengan bentuk pengayaan yang sesuai. Salah satu pendekatan inovatif yang mulai diterapkan di sejumlah sekolah kejuruan adalah sistem peminjaman alat praktik kepada siswa berkompeten untuk digunakan secara mandiri di rumah. Solusi ini bukan hanya menjadi sarana pengayaan, melainkan juga medium pembelajaran berbasis kepercayaan, tanggung jawab, dan kemandirian.

Masalah yang paling mendasar dari sistem pembelajaran praktik di SMK adalah variasi tingkat kompetensi siswa. Dalam satu kelas, kita bisa menemukan siswa yang mampu merakit sebuah perangkat kelistrikan dengan cepat dan presisi, sementara yang lain masih belajar membedakan komponen dasar. Ketimpangan ini menimbulkan tantangan pedagogis. Di satu sisi, guru harus menyesuaikan ritme pembelajaran agar semua siswa mampu mengikuti. Di sisi lain, siswa berkompeten seringkali 'dikorbankan' untuk menyesuaikan diri dengan kecepatan teman-temannya.

Sering pula dijumpai siswa yang secara kompetensi sangat mumpuni diminta untuk membantu guru mendampingi teman-teman mereka yang belum memahami materi. Praktik ini, meskipun memberikan nilai edukatif dalam aspek kepemimpinan dan empati, secara tidak langsung menahan laju perkembangan siswa tersebut. Ia tidak memiliki ruang untuk mengeksplorasi tantangan yang lebih besar karena waktunya habis untuk membantu rekannya yang masih tertinggal. Dalam jangka panjang, potensi maksimal yang dimiliki siswa tersebut bisa tidak tergarap.

Masalah lain yang kerap menghambat pengembangan siswa berkompeten adalah keterbatasan alat praktik. Tidak semua SMK memiliki jumlah dan variasi alat praktik yang mencukupi untuk seluruh siswa. Akibatnya, waktu siswa dalam berlatih menjadi terbatas, apalagi bila harus bergantian menggunakan alat. Padahal, untuk menguasai suatu keterampilan secara profesional, dibutuhkan intensitas dan frekuensi latihan yang tinggi.

Melihat kompleksitas tersebut, lahirlah ide untuk memberdayakan siswa berkompeten melalui sistem peminjaman alat praktik ke rumah. Konsep ini dilaksanakan dengan seleksi ketat agar hanya siswa yang benar-benar mampu dan bertanggung jawab yang diberikan kepercayaan. Sekolah dan guru harus menyusun kriteria objektif, termasuk melihat rekam jejak siswa, minat belajar, serta kesiapan lingkungan rumah untuk praktik. Ini bukan sekadar meminjamkan alat, tetapi juga menumbuhkan kepercayaan dan mendorong etos belajar secara mandiri.

Setelah siswa terpilih, mereka diberikan arahan menyeluruh mengenai penggunaan dan perawatan alat praktik. Guru memberikan briefing tentang batasan penggunaan, teknik penyimpanan, serta jadwal pengembalian. Ini menjadi bagian penting dalam menanamkan rasa tanggung jawab. Siswa tidak hanya membawa alat, tapi juga membawa kepercayaan dari guru dan sekolah. Maka dari itu, pembentukan karakter melalui program ini menjadi nilai tambah yang sangat signifikan.

Sebagai bentuk kontrol dan pembimbingan, guru tetap melakukan pendampingan secara digital, misalnya melalui WhatsApp. Melalui saluran ini, guru memberikan tugas proyek, menjawab pertanyaan teknis, atau sekadar memberi motivasi. Hubungan guru-siswa tetap terjalin aktif meskipun berada di luar jam sekolah. Guru bisa menyesuaikan tingkat tantangan proyek dengan kemampuan siswa, bahkan secara bertahap meningkatkan level kesulitan tugas agar siswa berkembang secara bertahap namun berkelanjutan.

Hasil dari pendekatan ini mulai terlihat di berbagai sekolah yang sudah menerapkannya. Siswa berkompeten merasa lebih leluasa dalam mengeksplorasi bidang keahlian mereka. Mereka bisa mengatur waktu praktik secara fleksibel, bahkan melibatkan anggota keluarga sebagai objek dalam proyek kecil seperti perbaikan peralatan rumah tangga. Ini memperkuat hubungan antara pembelajaran di sekolah dan kehidupan nyata, menjembatani teori dan praktik dengan cara yang lebih bermakna.

Selain itu, pengayaan pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Siswa tidak lagi hanya menjadi asisten guru atau pengganti teman yang tertinggal, melainkan benar-benar berkembang ke tingkat keahlian yang lebih tinggi. Mereka mulai mengenal tantangan riil yang bisa ditemui dalam dunia kerja, sehingga ketika memasuki dunia industri kelak, adaptasi mereka menjadi lebih mudah.

Guru pun mendapat manfaat besar dari sistem ini. Dengan memberikan tugas diferensiasi kepada siswa berkompeten, guru bisa memfokuskan energi untuk membimbing siswa yang masih membutuhkan pendampingan dasar. Ini menciptakan ekosistem belajar yang lebih sehat dan adaptif. Guru tidak lagi terjebak dalam skema pengajaran seragam, tetapi bisa menerapkan pendekatan yang lebih personal dan kontekstual.

Lebih jauh, model pembelajaran seperti ini menciptakan budaya belajar yang positif. Siswa terbiasa dengan tanggung jawab, menjaga kepercayaan, dan mengelola waktu dengan baik. Mereka merasakan bagaimana rasanya dipercaya, dan kepercayaan itu menjadi pemicu semangat belajar yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan filosofi pendidikan vokasi yang bertumpu pada keterampilan, kedisiplinan, dan karakter.

Pada akhirnya, variasi kompetensi dalam satu kelas bukanlah hambatan yang harus dihindari, melainkan peluang untuk membentuk pembelajaran yang lebih manusiawi dan berorientasi masa depan. Peminjaman alat praktik kepada siswa berkompeten, didampingi dengan pembimbingan digital dari guru, menjadi solusi konkret yang membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berinovasi.

Kepada para guru, penting untuk mengenali potensi siswa dan berani melepas mereka berkembang melalui metode pengayaan yang terukur. Kenali siapa yang mampu dan siap diberi tantangan lebih. Kepada pihak sekolah, sistem peminjaman alat praktik bisa dimasukkan dalam program pengembangan bakat unggulan, dengan mekanisme yang jelas dan pengawasan yang cermat. Dan kepada para siswa, manfaatkan setiap peluang untuk belajar mandiri sebagai jalan untuk meningkatkan kompetensi dan kesiapan menghadapi dunia kerja. Sebab, masa depan mereka tidak hanya ditentukan oleh apa yang diajarkan di sekolah, tetapi oleh seberapa besar mereka mengambil inisiatif untuk terus belajar dan bertumbuh.

Penulis : Joko Mulyono, S.Pd,  Guru Listrik SMK Muhammadiyah 2 Cepu


Share

Related Posts

Post a Comment

Confirmation of Closure

Are you sure you want to close this video playback?