- Posted by : Joko Mulyono
- on : June 20, 2025
Tujuh Pahlawan dan Malam Berdarah
Jakarta – G30S/PKI atau Gerakan 30 September yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia menjadi salah satu sejarah pahit bagi bangsa ini. Peristiwa itu terjadi tepat hari ini (30/9), 56 tahun silam.
Di negeri yang pernah dibungkam bayang,
September menangis, tanggal tiga puluh satu bergetar pelan.
Di ujung malam, rakyat tak tahu bahwa
angin akan mengantar laras dan jerat ke rumah para jenderal.
anaknya baru saja tertidur di pangkuan.
Tapi pintu tak diketuk seperti biasa,
ia digeret—tanpa salam—oleh sejarah yang mulai cacat rupa.
ia bagian dari sandiwara kelam yang menyebut “revolusi”.
Namun apa arti revolusi,
jika darah jadi tanda baca dalam paragraf ambisi?
tujuh perwira—diikat, disiksa, dijatuhkan ke lubang tanpa
ampun.
Tak ada debat, hanya senyap,
dan nyanyian senjata yang disulap menjadi “selamat datang di
neraka.”
Ataukah tentang kekuasaan yang haus darah dan ilusi?
PKI—partai rakyat, katanya,
tapi malam itu mereka lupa: rakyat juga punya anak dan air
mata.
Anak-anak bertanya,
“Kenapa Ayah dibungkus tanah tanpa pelukan terakhir?”
Negara baru bicara setelah peluru bicara lebih dulu.
tapi dengan strategi dan narasi.
Dalam sepatu bot dan jas jenderal,
ia memutar panggung—lalu menjadikan tragedi sebagai tiket
naik tahta.
Tapi siapa penonton sesungguhnya?
Kita—yang tumbuh dengan buku sejarah
yang disaring seperti kopi pagi.
Apakah semua benar yang tertulis di lembar negara?
Ataukah masih ada nama yang dibenamkan bersama jasad
di lubang itu—yang tak hanya mengubur tubuh,
tapi juga cerita yang lain?
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5747435/g30s-pki-sejarah-tujuan-kronologi-dan-latar-belakangnya