- Posted by : Joko Mulyono
- on : July 15, 2025
Di era modern yang menuntut keahlian terapan, pendidikan vokasi memegang
peranan penting dalam mencetak tenaga kerja yang kompeten dan siap pakai. Salah
satu keterampilan yang krusial adalah kemampuan dalam instalasi listrik
bangunan bertingkat. Pekerjaan ini menuntut ketepatan teknis, ketelitian, dan
keberanian menghadapi kondisi nyata di lapangan, termasuk bekerja pada
ketinggian. Oleh karena itu, pembelajaran praktik di sekolah kejuruan harus
dirancang sedemikian rupa agar tidak hanya menyampaikan konsep teoritis, tetapi
juga menumbuhkan keberanian dan kemampuan praktis siswa sesuai dengan kondisi
riil.
Namun, tantangan besar menghadang. Banyak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
khususnya di bidang Teknik Instalasi Tenaga Listrik, masih menghadapi
keterbatasan dalam menyelenggarakan praktik instalasi listrik pada bangunan
bertingkat. Kendala utama yang sering muncul adalah keterbatasan ruang untuk
praktik, bahan praktik yang mudah rusak, serta kekhawatiran siswa untuk bekerja
di ketinggian. Kondisi ini membuat pembelajaran praktik kurang maksimal dan
seringkali tidak mencerminkan tantangan di dunia kerja. Maka, timbul pertanyaan
penting: bagaimana menciptakan media praktik yang aman, efektif, dan mendekati
kondisi nyata di lapangan?
Masalah pertama yang dihadapi adalah keterbatasan ruang praktik. Sebagian
besar SMK tidak memiliki fasilitas simulasi bangunan bertingkat dalam skala
nyata. Ruang kelas atau bengkel yang tersedia tidak memungkinkan dibuatnya
bangunan mini setinggi tiga atau empat meter yang bisa digunakan secara aman
dan efektif untuk praktik. Akibatnya, banyak sekolah yang hanya mampu
memberikan praktik pada tembok datar atau struktur satu lantai, yang tidak
cukup menggambarkan situasi pekerjaan instalasi pada bangunan bertingkat
sebenarnya.
Selain itu, bahan praktik yang digunakan juga menjadi persoalan tersendiri.
Tembok untuk praktik instalasi seringkali mudah rusak karena dipakai
berulang-ulang oleh banyak siswa. Material seperti
gypsum atau papan tipis cepat rapuh, kotor, dan membutuhkan penggantian yang
relatif sering. Biaya pemeliharaan pun menjadi tinggi dan kurang efisien. Belum
lagi waktu yang dihabiskan guru untuk memperbaiki media praktik yang rusak,
yang seharusnya bisa digunakan untuk mendampingi siswa berlatih.
Masalah
ketiga, yang tak kalah penting, adalah ketakutan siswa terhadap ketinggian.
Pada praktik instalasi di rumah bertingkat dengan tinggi 4 meter, sebagian
siswa menunjukkan gejala kecemasan. Ada
yang gemetar saat naik tangga, ada pula yang tidak fokus saat mengerjakan
instalasi karena terlalu takut jatuh. Kondisi ini tentu mengganggu pembelajaran
dan menghambat penguasaan keterampilan. Padahal, dunia kerja menuntut teknisi
listrik yang berani dan terampil dalam bekerja di berbagai medan, termasuk pada
ketinggian.
Menjawab tantangan-tantangan tersebut, lahirlah sebuah solusi inovatif:
papan peraga Instalasi Bangunan Bertingkat (IBB) dua lantai. Media ini
merupakan hasil pemikiran kreatif guru SMK yang ingin memberikan pengalaman
belajar yang mendekati kondisi nyata, namun tetap aman dan adaptif terhadap
keterbatasan ruang. Papan peraga ini dibuat dari bahan triplek tebal yang kuat
dan kokoh, disusun secara vertikal untuk menyerupai struktur bangunan dua
lantai dalam skala mini. Ketinggian total papan peraga ini disesuaikan dengan
tinggi ruang kelas atau bengkel, sehingga tetap bisa digunakan secara nyaman di
dalam ruangan sekolah.
Desainnya
tidak sekadar artistik, tetapi benar-benar fungsional. Pada lantai pertama, siswa dapat melakukan instalasi
dasar seperti pemasangan stop kontak, sakelar, dan lampu. Sementara di lantai
kedua, siswa mulai dikenalkan dengan skenario instalasi pada ketinggian,
seperti pemasangan kabel antar lantai, pemanfaatan jalur pipa vertikal, hingga
distribusi listrik antar ruangan. Anak tangga mini yang aman dan railing
pengaman dipasang untuk memastikan siswa dapat naik ke lantai dua dengan
nyaman. Media ini menjembatani siswa dari ketakutan menjadi percaya diri, dari
konsep menjadi keterampilan nyata.
Salah satu kekuatan utama papan peraga dua lantai adalah kemampuannya
menciptakan pengalaman praktik bertahap. Siswa tidak langsung dihadapkan pada
ketinggian yang ekstrem. Mereka dibiasakan terlebih dahulu dengan struktur dua
lantai dalam skala mini. Perlahan, keberanian mereka terbentuk seiring
meningkatnya keterampilan teknis. Mereka belajar menaiki tangga, menjaga
keseimbangan, dan menyelesaikan instalasi dengan prosedur keamanan yang tepat.
Simulasi ini bukan hanya membangun kemampuan motorik, tetapi juga kesiapan
mental dan emosional menghadapi pekerjaan nyata.
Hasilnya sangat positif. Siswa menunjukkan peningkatan antusiasme yang
signifikan terhadap praktik instalasi listrik. Ketika media praktik terasa nyata,
menarik, dan menantang, keterlibatan mereka pun meningkat. Tidak lagi ada wajah
bosan atau cemas saat masuk kelas praktik. Sebaliknya, ada semangat baru untuk
mencoba, belajar, dan memperbaiki kesalahan. Siswa
lebih aktif bertanya, berdiskusi, dan berani mengambil peran dalam tim praktik.
Proses belajar menjadi lebih hidup dan menyenangkan.
Selain itu, terjadi peningkatan yang nyata dalam hal keberanian dan
keterampilan teknis. Setelah terbiasa bekerja
di papan peraga dua lantai, siswa tidak lagi merasa takut ketika menghadapi
praktik di rumah bertingkat sungguhan. Mereka mampu bekerja dengan percaya
diri, menerapkan prosedur keamanan, dan menyelesaikan pekerjaan instalasi
dengan lebih cepat dan tepat. Bahkan, beberapa siswa yang semula takut ketinggian,
kini justru menjadi lebih berani dan tampil sebagai pemimpin kelompok saat
praktik lapangan.
Dampak
lain yang tak kalah penting adalah meningkatnya kesiapan siswa dalam menghadapi
dunia kerja. Papan peraga ini berhasil menghadirkan pengalaman belajar yang
mendekati kondisi nyata tanpa mengorbankan aspek keselamatan. Hal ini
memberikan keunggulan tersendiri dalam kompetensi lulusan SMK. Mereka tidak
hanya siap secara teori, tetapi juga terbiasa bekerja dalam situasi lapangan
yang menuntut keberanian, ketelitian, dan keterampilan teknis tinggi.
Refleksi
dari praktik penggunaan papan peraga IBB dua lantai menunjukkan bahwa
keterbatasan bukanlah penghalang dalam dunia pendidikan, melainkan pemicu
lahirnya inovasi. Dengan kreativitas, guru dapat mengubah ruang kecil menjadi
dunia praktik yang besar dan bermakna. Papan peraga ini menjadi bukti nyata
bahwa inovasi tidak harus mahal, tetapi harus relevan dan kontekstual dengan
kebutuhan siswa.
Sudah
saatnya sekolah dan guru berani melangkah lebih jauh dalam menciptakan media
pembelajaran yang adaptif. Tantangan dalam pendidikan vokasi tidak bisa
diselesaikan hanya dengan menunggu fasilitas lengkap. Inovasi seperti papan
peraga dua lantai menunjukkan bahwa dengan bahan sederhana, pemahaman yang
mendalam tentang kebutuhan siswa, serta keberanian untuk mencoba hal baru,
pembelajaran bisa menjadi lebih efektif dan berdampak besar.
Mari jadikan keterbatasan sebagai awal dari kreativitas. Jadikan tantangan
sebagai peluang untuk berinovasi. Pendidikan vokasi akan terus berkembang
apabila seluruh elemen—guru, sekolah, dan masyarakat—mau berkolaborasi dalam
menciptakan pembelajaran yang kontekstual, aplikatif, dan memberdayakan.
Harapan kita bersama, agar siswa SMK tak hanya menjadi lulusan yang tahu teori,
tetapi juga siap kerja, tangguh, dan mampu bersaing di dunia industri yang
sesungguhnya. Papan peraga IBB dua lantai adalah salah satu langkah kecil yang
berdampak besar dalam perjalanan tersebut.
Penulis : Joko Mulyono, S.Pd,
Guru Listrik SMK Muhammadiyah 2 Cepu
