- Posted by : Joko Mulyono
- on : August 04, 2025
Di dunia pendidikan vokasi, Praktik Kerja Lapangan (PKL) bukan sekadar
kegiatan pelengkap kurikulum. Ia adalah jembatan nyata antara dunia sekolah dan
dunia kerja, ruang transisi dari ruang teori ke dunia praktik. PKL membuka
cakrawala baru bagi siswa, mempertemukan mereka dengan tantangan dunia industri
yang sesungguhnya. Di sinilah siswa belajar, beradaptasi, dan mempersiapkan
diri menghadapi realitas kerja yang keras namun menjanjikan. Bagi siswa jurusan
kelistrikan, PT. Bambang Djaja Surabaya telah lama menjadi simbol harapan dan
impian. Sebuah perusahaan mapan yang menjadi tujuan banyak siswa untuk menimba
pengalaman, bahkan berharap bisa menapakkan kaki sebagai karyawan tetap.
Namun, tak semua impian bisa diwujudkan dengan mudah. Di balik satu kisah
sukses, terdapat perjuangan panjang, kerja keras tanpa pamrih, dan keyakinan
yang tak goyah. Artikel ini mencoba menuturkan salah satu kisah nyata yang
lahir dari rahim PKL: perjuangan seorang siswa hingga akhirnya diterima sebagai
karyawan tetap di perusahaan impiannya. Kisah yang tidak hanya menyentuh,
tetapi juga menjadi cambuk semangat bagi banyak siswa lain yang tengah memulai
perjalanan serupa.
Antusiasme siswa jurusan listrik terhadap PKL di PT. Bambang Djaja sangat
tinggi. Nama perusahaan ini sudah lama menjadi pembicaraan hangat di kalangan
siswa, terutama karena reputasinya sebagai perusahaan produsen trafo terbesar
di Indonesia. Tidak hanya itu, fasilitas yang ditawarkan selama PKL seperti
uang makan, jam kerja yang teratur, dan sistem pelatihan profesional menjadi
daya tarik tersendiri. Namun, di balik semangat tinggi itu, terdapat tantangan
besar: minimnya fasilitasi dari pihak sekolah. Banyak siswa yang ingin menempuh
PKL di sana, tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Sekolah pun belum secara
optimal membangun jalur komunikasi yang kuat dengan perusahaan, sehingga
peluang untuk menjalin kerja sama strategis sering terlewatkan.
Permasalahan lain yang kerap muncul adalah kurangnya komunikasi antara
pihak sekolah dan perusahaan selama proses PKL berlangsung. Siswa seakan
dilepas begitu saja tanpa pendampingan yang memadai. Perkembangan mereka tidak
terpantau, kesulitan yang dihadapi di lapangan sering tidak tersampaikan ke
guru pembimbing. Hal ini membuat pengalaman PKL berjalan secara sepihak dan
potensi keberhasilannya tidak dimaksimalkan. Padahal, peran guru dan kepala
bengkel sangat krusial dalam memastikan siswa mendapatkan pengalaman belajar
yang bermakna dan sesuai dengan standar industri.
Dari tantangan-tantangan tersebut, muncullah satu kisah luar biasa dari
seorang siswa bernama Yusuf Nandagis, yang menunjukkan bahwa tekad dan kerja keras bisa
mengubah takdir. Ia pertama kali mengenal PT. Bambang Djaja saat guru jurusan
menyampaikan adanya kuota PKL ke Surabaya. Tanpa ragu, Yusuf
Nandagis mengajukan diri. Motivasi utamanya bukan
semata ingin belajar di perusahaan besar, tetapi juga karena adanya tunjangan
uang makan yang bisa meringankan beban orang tua di rumah. Ia ingin mandiri,
hidup di perantauan, dan menunjukkan bahwa dirinya mampu bertanggung jawab atas
pilihannya.
Kehidupan
di Surabaya tidak mudah. Yusuf Nandagis tinggal di sebuah rumah kos sederhana
bersama teman-temannya. Di sinilah ia belajar banyak hal: mencuci pakaian
sendiri, mengatur uang makan, bangun pagi tanpa dibangunkan orang tua, hingga
belajar menghadapi tekanan pekerjaan. Namun, semua itu dilaluinya dengan hati
gembira. Ia selalu mengenang ibu dan bapak kos yang begitu perhatian. Setiap
malam, mereka menyiapkan makanan hangat, mengingatkan untuk tidak tidur terlalu
larut, bahkan mendoakan anak-anak kos seperti anak kandung sendiri. Saat masa
PKL berakhir, perpisahan itu menjadi momen yang menguras air mata. Bukan hanya
karena harus meninggalkan tempat yang nyaman, tapi karena hubungan emosional
yang telah terjalin begitu kuat.
Setelah
kembali ke sekolah dan menyelesaikan ujian akhir, Yusuf Nandagis menyimpan satu
harapan besar: bisa kembali ke PT. Bambang Djaja sebagai karyawan. Selama satu
tahun penuh, ia menjaga komunikasi dengan pegawai yang dulu menjadi
pembimbingnya. Ia tidak putus asa meski panggilan tak kunjung datang. Hingga
suatu hari, telepon berdering. Sebuah kesempatan terbuka untuk mengikuti proses
rekrutmen. Dengan semangat
membara, ia kembali ke Surabaya, mengikuti rangkaian tes dan pelatihan yang
ketat. Ia harus melewati masa training di berbagai bagian, bahkan sempat
dimutasi ke luar kota. Namun, semua itu dijalaninya dengan penuh semangat.
Hingga akhirnya, ia resmi dikontrak sebagai karyawan tetap. Sebuah pencapaian
yang lahir dari doa, kerja keras, dan semangat pantang menyerah.
Kisah Yusuf Nandagis menjadi bahan refleksi yang sangat penting bagi
sekolah. Bahwa di balik kesuksesan satu siswa, ada tanggung jawab besar dari
lembaga pendidikan untuk mendukung, membimbing, dan memfasilitasi. Menyadari
hal ini, sekolah kemudian mengambil langkah strategis untuk memperkuat kerja
sama dengan PT. Bambang Djaja. Kepala program keahlian dan guru produktif
secara aktif menjalin komunikasi, menyiapkan dokumen kerja sama, dan menyusun
skema penempatan PKL yang lebih terstruktur. Tujuannya jelas: memberi
kesempatan lebih luas bagi siswa lain untuk mengikuti jejak Yusuf Nandagis.
Selama PKL berlangsung, guru pembimbing dari sekolah secara berkala
menghubungi siswa dan perusahaan untuk memantau kondisi. Jika ada kendala
teknis atau psikis, segera ditindaklanjuti dengan bimbingan. Dokumentasi
kegiatan siswa juga dilakukan secara teratur, sehingga progres belajar mereka
bisa diukur dan dievaluasi. Pendampingan ini terbukti sangat membantu siswa
merasa lebih percaya diri dan terarah.
Hasil dari upaya ini mulai terlihat nyata. Tidak hanya Yusuf Nandagis,
beberapa siswa lain mulai mendapatkan kesempatan yang sama untuk bekerja di PT.
Bambang Djaja setelah PKL. Perusahaan pun mulai menunjukkan kepercayaan yang
lebih besar terhadap kualitas siswa dari sekolah tersebut. Mereka menyadari
bahwa siswa tidak hanya datang dengan kemampuan teknis, tetapi juga dengan
semangat belajar, etika kerja, dan karakter yang kuat—semua itu dibentuk oleh
lingkungan sekolah yang mendukung.
Kisah Yusuf Nandagis menyebar luas di kalangan siswa. Ia kerap diundang ke
sekolah untuk berbagi pengalaman. Ceritanya menjadi inspirasi dan motivasi bagi
adik-adik kelasnya. Banyak dari mereka yang kemudian menetapkan mimpi yang
sama: bisa PKL di perusahaan ternama dan kembali sebagai karyawan tetap.
Semangat itu menyala di setiap ruang kelas, bengkel, dan ruang guru. Sekolah
tidak lagi memandang PKL sebagai rutinitas tahunan, tetapi sebagai strategi
nyata membangun masa depan siswa.
Akhirnya, kita harus menyadari bahwa dari PKL bisa lahir karyawan-karyawan
tangguh yang siap menghadapi dunia kerja. Proses ini tidak boleh dipandang
sebelah mata. Sekolah perlu terus memperkuat hubungan dengan dunia industri,
memastikan setiap siswa mendapatkan pengalaman terbaik yang mungkin bisa
mengubah hidup mereka. Kisah Yusuf Nandagis bukan satu-satunya, dan tidak boleh
menjadi yang terakhir. Dengan kerja sama yang baik, pendampingan yang
konsisten, dan doa yang tak putus, akan lahir lebih banyak lagi kisah sukses
dari ruang bengkel SMK menuju lantai produksi perusahaan ternama.
Dan kepada siswa yang kini sedang menyiapkan diri untuk PKL, ingatlah bahwa
ini adalah awal dari perjalanan besar. Jalani dengan sungguh-sungguh, karena
dari sinilah masa depan bisa dimulai.
Penulis : Joko Mulyono, S.Pd,
Guru Listrik SMK Muhammadiyah 2 Cepu