Skip to Content
Loading...
Nur Imamah
Nur Imamah
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Dari PKL Menjadi Mentor: Siswa Eks PT Fuji Automasi Indonesia Latih Autocad di Sekolah

 



 

Dalam dunia industri kelistrikan, kemampuan menggambar desain teknik bukan lagi sebuah keahlian tambahan, melainkan kebutuhan dasar. Salah satu software yang menjadi standar dalam industri ini adalah Autocad, yang digunakan secara luas untuk menggambar sistem pengawatan, termasuk instalasi motor listrik. Di SMK, terutama jurusan kelistrikan, penguasaan perangkat lunak ini menjadi semakin penting seiring meningkatnya tuntutan dunia kerja terhadap lulusan yang siap pakai. Namun, masih banyak sekolah yang belum mampu mengoptimalkan pembelajaran Autocad karena keterbatasan sumber daya dan belum terbangunnya program pelatihan internal yang sistematis.

Selama ini, ketika sekolah membutuhkan gambar teknik untuk keperluan pembelajaran atau proyek, solusi yang diambil sering kali adalah menggunakan jasa pihak luar. Proses menggambar instalasi motor listrik, misalnya, kerap diserahkan kepada penyedia jasa desain teknik profesional. Di satu sisi, hal ini menjamin hasil yang presisi. Namun di sisi lain, pendekatan ini memunculkan ketergantungan yang cukup tinggi. Setiap permintaan gambar memerlukan waktu, biaya, dan tenaga tambahan, belum lagi jika revisi perlu dilakukan. Ketergantungan ini menjadi beban tersendiri bagi sekolah yang ingin mandiri secara teknis.

Ironisnya, di tengah ketergantungan tersebut, banyak siswa justru menunjukkan minat tinggi terhadap perangkat lunak desain seperti Autocad. Mereka ingin belajar, mengeksplorasi, bahkan menguasainya sebagai bekal masa depan. Namun sayangnya, minat itu sering tidak ditindaklanjuti oleh program pelatihan yang jelas dan terstruktur di sekolah. Pelajaran menggambar teknik masih dilakukan secara konvensional, atau jika pun menggunakan komputer, tidak terintegrasi dengan software industri yang sebenarnya digunakan di dunia kerja.

Lebih jauh lagi, sekolah sebenarnya telah memiliki sumber daya yang memadai dalam bentuk laptop dengan spesifikasi yang cukup untuk menjalankan software berat seperti Autocad. Namun, perangkat tersebut belum dimanfaatkan optimal karena belum diinstal software yang dibutuhkan. Akibatnya, potensi besar ini menjadi aset tidur yang belum memberi kontribusi nyata pada proses pembelajaran siswa. Padahal, jika dimanfaatkan dengan baik, laptop-laptop ini bisa menjadi laboratorium bergerak untuk pelatihan desain teknik.

Melihat kondisi tersebut, sebuah inisiatif sederhana namun berdampak besar muncul dari lingkungan siswa sendiri. Salah satu siswa jurusan kelistrikan yang baru saja menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT Fuji Automasi Indonesia, Bogor, kembali ke sekolah dengan membawa bekal keterampilan baru: menggambar teknik menggunakan Autocad. Berbekal pengalaman langsung di dunia industri, siswa ini memiliki kemampuan yang mumpuni dan kepercayaan diri untuk berbagi dengan teman-temannya. Ia kemudian menawarkan diri untuk menjadi mentor bagi siswa lain yang tertarik belajar Autocad.

Pihak sekolah menyambut baik inisiatif ini. Langkah pertama yang dilakukan adalah menginstal software Autocad pada laptop sekolah. Proses ini tentu tidak dilakukan sembarangan. Tim teknologi informasi sekolah bekerja sama dengan guru untuk memastikan semua perangkat siap digunakan. Instalasi ini menjadi titik awal transformasi pembelajaran desain teknik di sekolah, karena kini tersedia sarana belajar yang setara dengan standar industri.

Setelah perangkat siap, pelatihan pun dimulai. Siswa eks PKL yang bertindak sebagai mentor menyusun modul pembelajaran sederhana dan menyampaikan materi secara langsung kepada teman-temannya. Ia membimbing mereka dari pengenalan dasar hingga teknik penggambaran instalasi motor listrik. Suasana pelatihan berlangsung cair dan menyenangkan, karena pengajar dan peserta berasal dari kalangan yang sama. Tidak ada sekat otoritas yang kaku, yang ada justru semangat belajar bersama dan saling membantu.

Yang menarik, pelatihan ini tidak hanya diikuti oleh siswa, tetapi juga oleh guru mata pelajaran Instalasi Motor Listrik (IML). Sang guru menyadari bahwa dunia kerja terus berkembang, dan penguasaan perangkat lunak industri menjadi keniscayaan. Dengan turut serta dalam pelatihan, guru menunjukkan teladan bahwa belajar adalah proses seumur hidup. Kolaborasi antara siswa dan guru menciptakan suasana belajar yang egaliter, di mana siapa pun bisa menjadi sumber pengetahuan, dan siapa pun berhak untuk terus berkembang.

Dari pelatihan ini, dampak positif mulai terasa. Para siswa yang semula belum mengenal Autocad kini mampu menggambar instalasi motor listrik dengan presisi. Mereka tidak lagi bergantung pada jasa desain eksternal ketika mengerjakan tugas atau proyek. Di sisi lain, guru juga memperoleh keterampilan baru yang bisa langsung diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Secara umum, kompetensi warga sekolah dalam bidang desain teknik meningkat secara signifikan.

 

Tidak hanya itu, inisiatif ini juga mendorong optimalisasi penggunaan sumber daya internal sekolah. Laptop yang semula hanya digunakan untuk kebutuhan administrasi kini menjelma menjadi alat belajar aktif. Investasi sekolah dalam pengadaan perangkat menjadi semakin bermakna, karena benar-benar menunjang penguasaan keterampilan yang dibutuhkan siswa. Selain itu, keberadaan siswa eks PKL sebagai mentor membuktikan bahwa pengalaman industri bukan hanya memperkaya individu, tetapi juga bisa menjadi aset kolektif jika dibagikan kepada komunitas sekolah.

Yang paling penting, inisiatif ini menumbuhkan budaya berbagi ilmu di lingkungan sekolah. Ketika satu siswa berbagi keterampilan dengan yang lain, tumbuhlah rasa percaya diri dan kepedulian sosial. Para siswa mulai menyadari bahwa mereka tidak harus menunggu guru atau pihak luar untuk belajar hal baru. Mereka bisa belajar dari sesama, saling mendukung, dan bersama-sama tumbuh. Budaya ini menjadi fondasi kuat dalam menciptakan lingkungan belajar yang kolaboratif dan dinamis.

Lebih jauh, kolaborasi semacam ini juga membantu membentuk karakter siswa. Mereka belajar untuk tidak hanya mengejar nilai, tetapi juga memberi nilai bagi orang lain. Mereka belajar menjadi pemimpin, fasilitator, dan pembelajar sekaligus. Pengalaman ini sangat berharga, karena selain memperkuat keterampilan teknis, juga mengembangkan soft skills seperti komunikasi, kerja sama, dan empati—yang semuanya sangat dibutuhkan di dunia kerja.

Inisiatif pelatihan Autocad oleh siswa eks PKL adalah bukti bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil. Ketika sekolah memberi ruang bagi kreativitas dan inisiatif siswa, maka potensi luar biasa bisa muncul dari tempat yang tak terduga. Siswa bukan lagi sekadar objek pembelajaran, tetapi menjadi subjek yang aktif, kreatif, dan mampu memberi kontribusi nyata.

Sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki tanggung jawab untuk terus memfasilitasi dan mendukung potensi-potensi semacam ini. Memberikan ruang bagi siswa untuk berbagi, belajar, dan memimpin adalah bentuk nyata dari pendidikan yang memerdekakan. Di tengah keterbatasan, justru kolaborasi dan keberdayaan internal menjadi kunci untuk terus maju.

Dari siswa untuk siswa, dari pengalaman untuk masa depan—itulah semangat yang kini tumbuh di sekolah ini. Ketika satu pengalaman PKL diubah menjadi gerakan berbagi, maka seluruh komunitas sekolah ikut merasakan dampaknya. Inilah wajah pendidikan vokasi yang sesungguhnya: dinamis, kolaboratif, dan selalu terhubung dengan dunia nyata. Maka, mari terus dorong inisiatif seperti ini agar semakin banyak siswa yang percaya, bahwa mereka bisa menjadi agen perubahan—bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk sekolah dan masa depan bersama.

Penulis : Joko Mulyono, S.Pd,  Guru Listrik SMK Muhammadiyah 2 Cepu

Share

Related Posts

Post a Comment

Confirmation of Closure

Are you sure you want to close this video playback?