Skip to Content
Loading...
Nur Imamah
Nur Imamah
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Menumbuhkan Karakter Melalui Jadwal Piket

 



Lingkungan belajar yang bersih, tertib, dan aman bukanlah sekadar pelengkap, melainkan fondasi penting dalam proses pembelajaran yang efektif. Suasana yang nyaman akan membangkitkan semangat belajar, menumbuhkan rasa tanggung jawab, dan meningkatkan produktivitas baik bagi siswa maupun guru. Di sekolah kejuruan, khususnya pada program keahlian teknik listrik, keberadaan ruang praktik atau bengkel menjadi pusat aktivitas pembelajaran yang sangat vital. Namun, ruang yang semestinya mendukung keterampilan siswa ini tak jarang berubah menjadi tempat yang semrawut jika tidak dikelola dengan baik. Sampah berserakan, alat praktik hilang atau tercecer, serta presensi kelas yang tidak efisien, menjadi tantangan nyata yang harus segera diatasi.

Setelah kegiatan belajar mengajar (KBM) berakhir, sering kali ruang kelas dan bengkel praktik ditinggalkan dalam kondisi berantakan. Sisa kabel, plastik pembungkus komponen, dan serpihan bahan praktik tertinggal di lantai. Tidak sedikit siswa yang merasa bahwa urusan kebersihan adalah tanggung jawab petugas kebersihan sekolah, bukan bagian dari tugas mereka. Padahal, pendidikan sejati bukan hanya soal menguasai teori atau keterampilan teknis, tetapi juga menyangkut pembentukan karakter. Menjaga kebersihan lingkungan belajar dan merawat fasilitas sekolah adalah bentuk nyata dari pendidikan karakter yang mendidik siswa menjadi pribadi bertanggung jawab dan peduli terhadap lingkungannya.

Masalah lain yang sering dihadapi adalah alat dan komponen praktik yang tertinggal atau bahkan hilang setelah sesi praktik berlangsung. Ketidakteraturan dalam proses peminjaman dan pengembalian alat sering menjadi penyebab utama. Ada siswa yang lupa mengembalikan, ada yang tidak tahu tempat penyimpanan, bahkan ada kemungkinan alat berpindah tangan tanpa sepengetahuan teknisi atau guru. Akibatnya, fasilitas praktik menjadi tidak utuh, kegiatan belajar terganggu, dan biaya penggantian alat menjadi beban tambahan bagi sekolah.

Presensi kelas pun menjadi kendala tersendiri. Sistem presensi yang masih disimpan di ruang guru membutuhkan siswa khusus untuk mengambil dan mengembalikannya setiap hari. Ketika tidak ada siswa yang bertugas, guru harus turun tangan sendiri, mengorbankan waktu pembelajaran di awal atau akhir jam pelajaran. Selain tidak efisien, sistem ini juga menunjukkan kurangnya struktur kerja sama dan partisipasi siswa dalam mendukung jalannya kegiatan pembelajaran secara administratif.

Menjawab berbagai tantangan tersebut, dibutuhkan strategi yang sederhana namun mampu membangun kebiasaan positif di kalangan siswa. Salah satu solusi yang telah terbukti efektif adalah penerapan jadwal piket harian yang disusun secara sistematis. Dalam sistem ini, setiap hari ditugaskan lima siswa secara bergiliran untuk melaksanakan tugas-tugas yang mendukung kebersihan, ketertiban, dan kelancaran kegiatan belajar. Jadwal disusun bersama antara wali kelas dan siswa, dengan mempertimbangkan keadilan pembagian tugas serta fleksibilitas kebutuhan kegiatan praktik.

Dalam pembagian tugas piket, peran siswa dirancang agar seimbang antara tanggung jawab dan pembelajaran. Satu siswa bertugas mengambil dan mengembalikan presensi kelas dari ruang guru. Dua siswa lainnya ditugaskan membantu teknisi bengkel dalam proses peminjaman dan pengembalian alat praktik. Mereka memastikan bahwa setiap alat yang keluar tercatat dan kembali dengan kondisi baik. Sementara dua siswa lainnya fokus pada menjaga kebersihan ruang praktik dan kelas, termasuk menyapu, membuang sampah, dan merapikan meja. Jika pada hari tersebut tidak ada kegiatan praktik, maka empat siswa difokuskan untuk menjaga kebersihan kelas secara maksimal.

Kegiatan ini tidak berhenti pada pelaksanaan tugas, tetapi dilengkapi dengan sistem pelaporan dan evaluasi. Setiap kelompok piket diwajibkan melaporkan hasil tugas mereka di grup kelas yang juga diikuti oleh wali kelas. Laporan ini bisa berupa teks singkat, dokumentasi foto, atau video singkat sebagai bukti pelaksanaan. Bila terdapat siswa yang tidak menjalankan tugasnya, maka wali kelas berhak memberikan sanksi sesuai kesepakatan bersama kelas. Sanksi ini bukan dalam bentuk hukuman fisik, tetapi lebih diarahkan pada bentuk tanggung jawab sosial, seperti tugas tambahan atau laporan refleksi.

Hasil dari penerapan sistem ini sangat menggembirakan. Ruang kelas dan bengkel praktik teknik listrik tetap terjaga kebersihannya. Lingkungan belajar yang rapi menciptakan suasana yang menyenangkan dan produktif. Sampah tidak lagi menjadi pemandangan umum, dan kebiasaan membuang sampah pada tempatnya mulai terbentuk secara alami dalam diri siswa. Hal ini menunjukkan bahwa kebersihan adalah hasil dari pembiasaan, bukan sekadar imbauan.

Dari sisi keamanan alat, kegiatan praktik menjadi lebih tertib. Proses peminjaman dan pengembalian alat yang dibantu oleh siswa menjadikan mereka lebih memahami pentingnya perawatan fasilitas. Kesadaran kolektif terhadap pentingnya menjaga alat semakin kuat, karena mereka merasa ikut bertanggung jawab dalam keberlangsungan kegiatan praktik. Tidak ada lagi alat yang hilang tanpa jejak, dan ketika ada alat yang rusak, laporan segera dibuat agar dapat ditindaklanjuti.

Namun yang paling penting adalah dampak terhadap pembentukan karakter siswa. Melalui keterlibatan dalam piket harian, siswa belajar banyak hal: disiplin datang tepat waktu, tanggung jawab terhadap tugas, kejujuran dalam pelaporan, serta kepedulian terhadap kebersihan dan kenyamanan bersama. Mereka tidak lagi memandang sekolah sebagai tempat asing yang hanya dikunjungi, tetapi sebagai rumah kedua yang harus dirawat bersama. Rasa memiliki terhadap fasilitas sekolah tumbuh perlahan namun pasti, menciptakan generasi yang tidak hanya terampil secara teknis, tetapi juga matang secara karakter.

Dampak positif lain yang muncul adalah terciptanya kolaborasi yang sehat antara siswa dan guru. Guru tidak lagi harus mengurus hal-hal teknis kecil seperti presensi atau merapikan ruang praktik setelah siswa pergi. Sebaliknya, guru dapat lebih fokus pada pengajaran dan pendampingan proses belajar. Ini menciptakan efisiensi waktu dan pembagian peran yang ideal dalam ekosistem sekolah. Bahkan, kegiatan piket juga menjadi media pembelajaran kontekstual, di mana siswa belajar manajemen, komunikasi, dan kerja sama tim secara langsung.

Kesimpulannya, jadwal piket harian merupakan solusi sederhana namun efektif dalam menjaga kebersihan, ketertiban, dan keamanan lingkungan belajar, khususnya di ruang praktik teknik listrik. Ia bukan hanya soal menyapu atau mengembalikan alat, tetapi juga menjadi wahana pendidikan karakter yang menyatu dalam aktivitas keseharian siswa. Tugas yang terkesan kecil ini ternyata mampu membentuk watak besar dalam diri peserta didik.

Agar sistem ini berjalan optimal dan berkelanjutan, tentu diperlukan dukungan dari seluruh elemen sekolah. Guru sebagai pengarah harus memberikan pendampingan dan penghargaan kepada siswa yang menjalankan tugas dengan baik. Siswa perlu diberi ruang untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem yang telah berjalan. Sekolah juga dapat menjadikan sistem piket ini sebagai bagian dari budaya sekolah, bukan sekadar kewajiban administratif.

Budaya sekolah yang baik tidak terbentuk dari pidato atau spanduk semata, tetapi dari kebiasaan baik yang dilatih setiap hari. Dalam hal ini, jadwal piket harian bukan hanya menjaga ruang tetap bersih, tetapi juga menjaga hati siswa tetap jernih: terbiasa peduli, terbiasa tanggung jawab, dan terbiasa menjaga yang menjadi milik bersama. Sebab sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi tempat bertumbuh menjadi manusia seutuhnya.

Penulis : Joko Mulyono, S.Pd,  Guru SMK Muhammadiyah 2 Cepu

Share

Related Posts

Post a Comment

Confirmation of Closure

Are you sure you want to close this video playback?