- Posted by : Joko Mulyono
- on : September 10, 2025
Pendidikan
vokasi sejatinya bukan sekadar membekali siswa dengan pengetahuan teoretis,
melainkan juga menanamkan keterampilan nyata yang siap diterapkan di dunia
kerja. Inilah yang menjadi semangat utama dari bantuan SMK Pusat Keunggulan
(SMK PK) tahun 2021 yang diterima oleh SMK Muhammadiyah 2 Cepu, khususnya untuk
pengembangan fasilitas praktik teknik listrik. Bantuan ini tidak hanya
berbentuk sarana dan prasarana canggih, tetapi juga menjadi pemantik perubahan
dalam pendekatan pembelajaran yang lebih mendalam dan kontekstual.
Fasilitas
praktik yang diberikan melalui program SMK PK tersebut antara lain berupa
peralatan instalasi listrik berstandar industri global, termasuk komponen dan
perangkat dari Schneider Electric asal Perancis. Harapannya, siswa dapat
merasakan langsung atmosfer kerja profesional sejak di bangku sekolah. Namun
demikian, impian tersebut tentu tidak mudah diwujudkan begitu saja. Ada tantangan
besar yang mengadang, terutama dari sisi internal sekolah, yaitu keterbatasan
waktu dan beban kerja guru teknik listrik yang begitu kompleks ketika bantuan
diterima.
Saat
bantuan datang, para guru teknik listrik dihadapkan pada beban administratif,
koordinasi proyek, dan pengelolaan logistik. Situasi ini membuat mereka tidak
dapat secara penuh memimpin proses pemasangan instalasi listrik di gedung
praktik yang sedang dibangun. Untuk
menjamin instalasi berjalan sesuai spesifikasi teknis, pihak sekolah akhirnya
menggandeng teknisi profesional dari luar sebagai pelaksana utama pekerjaan.
Meski menjadi solusi praktis, pilihan ini menyisakan kegelisahan pedagogis bagi
para guru: bagaimana mereka bisa memastikan bahwa proses ini juga menjadi media
belajar nyata bagi siswa?
Di sinilah muncul kesadaran akan pentingnya Project Based Learning (PjBL)
sebagai pendekatan yang mampu menjembatani kebutuhan pembelajaran dengan
realitas proyek yang sedang berjalan. PjBL bukan sekadar metode, tetapi
filosofi belajar yang menempatkan siswa sebagai subjek aktif yang memecahkan
masalah nyata, berpikir kritis, dan menghasilkan produk autentik. Dalam konteks
teknik listrik, PjBL memungkinkan siswa tidak hanya mengamati, tetapi
benar-benar menyentuh, mengukur, memasang, dan menguji instalasi listrik sesuai
standar industri.
Namun sebelum PjBL dapat diterapkan secara utuh, perlu dilakukan
identifikasi masalah yang menghambat integrasi antara proyek instalasi nyata
dengan pembelajaran teknik di kelas. Salah satu kendala utama adalah
keterbatasan waktu guru teknik listrik. Ketika bantuan diterima, guru dituntut
untuk mengelola dokumen administrasi, menyusun perencanaan, berkoordinasi
dengan dinas dan vendor, serta memastikan kesiapan infrastruktur. Beban ini
sangat menyita perhatian, sehingga keterlibatan guru dalam proyek lapangan
menjadi minim. Dampaknya, pemasangan instalasi listrik sebagai bagian utama
dari pembangunan fasilitas praktik, diserahkan sepenuhnya kepada teknisi
eksternal. Padahal, bagian inilah yang sangat potensial
menjadi media belajar paling efektif bagi siswa.
Guru
teknik listrik sebenarnya sangat ingin menghadirkan PjBL dalam kegiatan
pembelajaran. Mereka sadar bahwa metode konvensional di kelas tidak lagi cukup
membekali siswa untuk dunia kerja yang kompleks. Siswa butuh pengalaman riil,
berhadapan langsung dengan tantangan lapangan, dan belajar menyelesaikan
masalah dengan pendekatan profesional. Dalam hal ini, PjBL menjadi pendekatan
yang relevan karena menyatukan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja
dalam satu paket kegiatan yang nyata.
Selain itu, ada kebutuhan eksplorasi yang besar dari siswa. Mereka bukan
hanya ingin tahu teori listrik atau sekadar membuat rangkaian sederhana di atas
papan praktik, tetapi ingin memahami bagaimana instalasi listrik skala gedung
dilakukan. Ketika tahu bahwa perangkat yang digunakan adalah produk Schneider
Electric – salah satu brand global terkemuka di bidang kelistrikan – semangat
siswa pun berkobar. Mereka ingin membuktikan bahwa lulusan SMK bisa bekerja
dengan standar internasional, asal diberi kesempatan untuk mencoba.
Untuk mewujudkan semua itu, dibutuhkan strategi yang kreatif namun
realistis. Salah satu langkah yang diambil oleh SMK Muhammadiyah 2 Cepu adalah
membangun kolaborasi yang erat antara guru dan instalatir profesional. Guru
tidak lagi sekadar menjadi penonton, tetapi ikut terlibat dalam perencanaan dan
pengawasan proyek, serta mengidentifikasi titik-titik belajar yang bisa
dimanfaatkan siswa. Dalam proses ini, terjadilah transfer pengetahuan dan keterampilan
secara informal dari instalatir kepada guru, dan dari guru kepada siswa.
Komunikasi yang intensif memungkinkan setiap tahapan proyek menjadi bagian dari
kurikulum yang hidup.
Tak hanya itu, pelibatan siswa dalam proyek pun dirancang secara sistematis.
Guru dan instalatir membagi proyek instalasi menjadi beberapa segmen kecil,
seperti pengukuran jalur kabel, pemasangan MCB, instalasi stop kontak dan
saklar, serta pengujian sistem kelistrikan. Setiap segmen dikelola sebagai
mini-proyek yang ditangani oleh kelompok siswa berbeda. Dengan pendekatan ini,
siswa tidak hanya menjadi pembantu teknisi, tetapi menjadi pelaku utama yang
mengerjakan tugas sesuai standar kerja. Mereka dibekali briefing awal,
didampingi saat pelaksanaan, dan diajak refleksi setelah pekerjaan selesai.
Hasilnya luar biasa. Project Based Learning akhirnya
terlaksana secara nyata di SMK Muhammadiyah 2 Cepu, bukan hanya sebagai jargon
kurikulum, tetapi sebagai praktik yang hidup. Para siswa merasakan bagaimana
menghadapi tantangan nyata dalam pemasangan instalasi listrik, lengkap dengan
berbagai dinamika dan solusi lapangan. Mereka belajar mengukur tegangan,
menyambung kabel, memahami diagram instalasi, dan mengoperasikan alat ukur
dengan presisi. Semua itu dilakukan bukan di laboratorium simulasi, tetapi di
gedung praktik yang sesungguhnya.
Dampak dari implementasi ini sangat terasa. Siswa menjadi lebih percaya
diri, terampil, dan siap menghadapi tuntutan dunia kerja. Mereka juga belajar
bekerja sama dalam tim, berkomunikasi secara profesional, dan menghargai proses
kerja yang aman dan efisien. Guru pun merasakan kebahagiaan tersendiri karena
berhasil mengintegrasikan pembelajaran dengan proyek riil. Mereka tidak hanya
mengajar, tetapi juga menjadi fasilitator dan pembimbing proyek yang membentuk
karakter siswa secara utuh. Gedung praktik teknik listrik yang semula hanya
bangunan kosong, kini berubah menjadi ruang pembelajaran yang dinamis, dengan
instalasi berstandar internasional yang dikerjakan langsung oleh siswa SMK.
Kisah sukses ini menyampaikan satu pesan penting: bahwa PjBL bukanlah
metode mahal yang hanya bisa diterapkan di sekolah unggulan. Dengan kemauan,
kreativitas, dan kolaborasi yang baik, PjBL bisa diimplementasikan bahkan di
tengah keterbatasan. Kuncinya adalah menjadikan proyek nyata sebagai bagian
dari pembelajaran, bukan sekadar pekerjaan fisik yang diserahkan pada pihak
luar. Melibatkan siswa sejak awal, memberi mereka peran penting, dan
mendampingi mereka hingga akhir adalah strategi yang patut dicontoh.
Kesimpulannya, penerapan Project Based Learning dalam
pengembangan fasilitas praktik teknik listrik di SMK Muhammadiyah 2 Cepu telah
membuktikan efektivitasnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Melalui
strategi kolaboratif, guru dan instalatir berhasil menciptakan ruang belajar
yang autentik, menyenangkan, dan bermakna bagi siswa. Hal ini menjadi bukti
bahwa pembelajaran teknik tidak harus selalu berlangsung di dalam kelas, tetapi
dapat berkembang secara luar biasa ketika disatukan dengan proyek nyata yang
menantang. Oleh karena itu, disarankan agar SMK lain yang menerima bantuan
serupa dari program SMK Pusat Keunggulan, mulai mempertimbangkan penerapan PjBL
sebagai pendekatan utama dalam pembelajaran kejuruan mereka. Karena
sesungguhnya, kabel masa depan tidak hanya terpasang di dinding gedung praktik,
tetapi juga tersambung erat di benak dan keterampilan siswa yang siap
menghadapi dunia kerja.
Penulis
: Joko Mulyono, S.Pd, Guru SMK
Muhammadiyah 2 Cepu