- Posted by : Joko Mulyono
- on : December 01, 2025
Dedi Widiyartanto, lulusan tahun 2023 dari jurusan Teknik Instalasi Tenaga
Listrik SMK Muhammadiyah 2 Cepu, adalah sosok yang percaya bahwa masa depan
bisa dimulai dari tempat yang sederhana. Bagi Dedi, pilihan masuk ke jurusan
listrik bukan sekadar keputusan teknis, tetapi keyakinan bahwa listrik adalah
masa depan energi yang akan selalu dibutuhkan di segala lini kehidupan. Ketika
ia diterima di sekolah ini, dunia sedang berada di tengah badai pandemi COVID-19.
Segala aktivitas terbatas, pembelajaran beralih ke daring, dan harapan banyak
orang terasa mengendur. Namun, Dedi justru memandang masa sulit ini sebagai
titik awal untuk membuktikan tekadnya. “Saya percaya, masa depan bisa dimulai
dari tempat yang sederhana, asal kita punya tekad yang besar,” ucapnya suatu
kali.
Masa awal sekolah menjadi tantangan berat. Pembelajaran daring memerlukan
kuota internet yang stabil, sementara kondisi ekonomi keluarganya sedang
terpuruk. Suatu hari, ibunya menangis karena tidak punya uang untuk membeli
kuota. Bagi Dedi, itu bukan sekadar tangisan, melainkan cambuk semangat. Ia
memutuskan berjalan ke balai desa untuk mengakses Wi-Fi gratis demi bisa
mengerjakan tugas-tugas sekolah. “Air mata ibu adalah bahan bakar semangat saya
untuk sukses,” katanya dengan mata berbinar. Momen itu menjadi pengingat
baginya bahwa setiap keterbatasan hanya akan membentuknya menjadi pribadi yang
lebih kuat.
Seiring berjalannya waktu, Dedi mulai merasakan dinamika belajar di SMK
Muhammadiyah 2 Cepu. Teori dan praktik berjalan beriringan, membentuk
keterampilan yang tidak hanya tersimpan di kepala, tetapi juga terasah di
tangan. Ia mempelajari alat ukur, resistor, teknik
wiring, PLC, smart relay, hingga instalasi rumah. Rasa ingin tahunya yang tinggi
membuatnya cepat menguasai materi, dan ia sering memanfaatkan waktu luang untuk
berlatih di bengkel sekolah. Tantangan berikutnya datang ketika ia menjalani
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di dua tempat berbeda. Pertama di bengkel las Karya Mulia, di mana ia belajar
dasar-dasar teknik las dan pemeliharaan peralatan. Kedua
di Fasharkan Lantamal V Surabaya, sebuah lingkungan TNI AL yang penuh disiplin.
Pengalaman
PKL di Surabaya menjadi bab penting dalam hidupnya. Setiap hari ia menempuh
jarak 8 kilometer dengan bersepeda untuk mencapai lokasi. Hidup di lingkungan
militer memberinya pelajaran berharga tentang kedisiplinan, ketepatan waktu,
dan kerja sama tim. “Jarak bukan penghalang, selama kita tahu tujuan,” ujarnya.
Kebiasaan bangun pagi, merapikan perlengkapan kerja, dan mematuhi prosedur
membuatnya lebih siap menghadapi tantangan di dunia kerja kelak.
Setelah
lulus, Dedi tidak ingin berhenti belajar. Ia mendaftar kuliah di Semarang,
sekaligus mencoba mengikuti rekrutmen PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) melalui
Job Fair Universitas Sebelas Maret (UNS). Namun, usahanya pertama kali berujung kegagalan di tahap
awal seleksi. Meski kecewa, ia tidak menyerah. Secara diam-diam, ia mencoba
lagi melalui jalur rekrutmen eksternal PT KAI. Tahap demi tahap ia lalui:
administrasi, tes kesehatan, wawancara, hingga tes kompetensi. Prosesnya
memakan waktu dan tenaga, tetapi semangatnya tidak pernah padam. “Kegagalan
bukan akhir cerita, tapi awal dari babak baru yang lebih kuat,” ungkapnya.
Momen yang paling mengharukan datang ketika ia menerima kabar kelulusan.
Saat itu, Dedi sedang pulang ke rumah untuk menjenguk ibunya yang sakit.
Ponselnya berdering, dan suara dari seberang memberi kabar bahwa ia lolos dari
32.000 peserta menjadi salah satu yang diterima. Air mata haru pun tumpah. Kali
ini bukan air mata kesedihan, melainkan kebanggaan. Ia ditempatkan di Divre IV
Tanjungkarang, unit Sarana. “Saya ingin ibu tersenyum, bukan menangis lagi
karena kesulitan,” katanya sambil menahan getar suara.
Di PT KAI, Dedi merasakan betapa pentingnya ilmu yang ia peroleh di
sekolah. Keterampilan membaca wiring, menggunakan alat ukur, dan memahami
sistem kontrol menjadi modal utama dalam pekerjaannya. Tugas-tugas yang
melibatkan pengecekan sistem kelistrikan kereta, perawatan peralatan, hingga
memastikan keamanan operasional bisa ia tangani berkat pembelajaran yang matang
di SMK. Ia selalu mengingat jasa guru-gurunya yang sabar membimbing. “Guru
bukan hanya pengajar, tapi cahaya yang menuntun di saat gelap,” ujarnya.
Bagi Dedi, perjalanan ini bukan sekadar kisah tentang pendidikan dan
pekerjaan. Ini adalah cerita tentang keyakinan, ketekunan, dan cinta keluarga
yang menjadi fondasi dari segala pencapaian. Ia berharap kisahnya bisa
menginspirasi siswa-siswa lain agar tidak takut bermimpi meskipun berasal dari
latar belakang sederhana. Ia percaya bahwa SMK Muhammadiyah 2 Cepu adalah
tempat yang bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membentuk karakter dan
mental yang siap menghadapi dunia kerja.
Tentang perjuangan di masa sulit, ia berkata, “Kesulitan bukan untuk
ditakuti, tapi untuk ditaklukkan. Karena di balik kesulitan, ada kekuatan yang
sedang dibentuk.” Mengenai semangat belajar, ia meyakini, “Belajar bukan hanya
soal nilai, tapi tentang membangun masa depan yang kita impikan.” Tentang tekad
dan impian, ia berpesan, “Impian besar dimulai dari langkah kecil yang
dilakukan dengan tekad yang kuat.” Tentang peran orang tua, ia tak ragu
mengatakan, “Doa orang tua adalah bahan bakar paling kuat dalam perjalanan
menuju kesuksesan.”
Ia juga memahami bahwa kegagalan hanyalah bagian dari proses. “Gagal itu
biasa, tapi bangkit dan mencoba lagi adalah pilihan luar biasa,” katanya.
Tentang keberhasilan, ia menambahkan, “Keberhasilan bukan hanya soal hasil
akhir, tapi tentang proses panjang yang dijalani dengan sabar dan semangat.”
Dan tentu saja, penghargaan tertingginya ia tujukan untuk para pendidik. “Guru
bukan hanya pengajar, mereka adalah pelita yang menerangi jalan kita menuju
masa depan.”
Kini, Dedi menjalani pekerjaannya dengan penuh rasa syukur. Setiap kali
melihat senyum ibunya, ia merasa perjuangan panjangnya terbayar lunas. Kisahnya
menjadi bukti nyata bahwa keberhasilan tidak ditentukan oleh seberapa mewah
tempat kita memulai, tetapi oleh seberapa besar tekad kita untuk melangkah
maju. SMK Muhammadiyah 2 Cepu telah menjadi saksi perjalanan itu—tempat
sederhana yang melahirkan mimpi besar.
Penulis
: Joko Mulyono, S.Pd, Guru SMK
Muhammadiyah 2 Cepu
.jpeg)